Senin, 25 Februari 2013

Masyarakat dan Kebudayaan Kabupaten CILACAP


MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN KABUPATEN CILACAP

Cilacap merupakan salah satu kabupaten di provinsi Jawa Tengah dengan luas wilayah terbesar yakni 6,9 % dari luas wilayah provinsi Jawa tengah. Begitu luasnya wilayah ini sehingga memiliki dua kode telepon yaitu 0282 dan 0280. Sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Brebes, Samudera Hindia di sebelah selatan, kabupaten Banyumas di sebelah timur dan provinsi Jawa Barat di sebelah Barat. Kabupaten cilacap terbagi menjadi 24 kecamatan yang dibagi lagi atas sejumlah desa dan kelurahan. Ibu kota kabupaten Cilacap adalah Cilacap yang terdiri atas kecamatan Cilacap Utara, Cilacap Tengah, dan Cilacap Selatan.
Berdasarkan kondisi geografis tersebut menyebabkan Cilacap memiliki keanekaragaman budaya terutama wilayahnya yang berada pada daerah perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Barat. Kenyataan yang ada menunjukkan bahwa sebagian masyarakat di kabupaten Cilacap berbahasa sunda terutama pada kecamatan-kecamatan yang berbatasan dengan wilayah Jawa Barat yaitu Dayeuhluhur, Wanareja, Majenang, Kedungreja, Patimuan, Cimanggu dan Karang pucung. Hal ini disebabkan karena menurut latar belakang sejarahnya, wilayah Cilacap bagian barat dahulunya adalah bagian dari wilayah sunda. Berdasarkan naskah kuno primer Bujangga Manik yang menceritakan perjalanan Prabu Bujangga Manik (seorang pendeta Hindu Sunda yang mengunjungi tempat-tempat suci agama Hindu di Jawa dan Bali pada awal abad ke-16) bahwa batas kerajaan Sunda di sebelah timur adalah sungai Cipamali (saat ini disebut dengan kali Brebes) dan sungai ciserayu (saat ini disebut kali serayu) yang berada di povinsi Jawa Tengah.
Awal mula kota Ciacap dimulai dari masa kerajaan hingga menjadi sebuah kota. Penelusuran sejarah pada masa kerajaan jawa diawali sejak zaman kerajaan Mataram Hindu sampai dengan kerajaan Surakarta. Pada akhir zaman kerajaan Majapahit (1294-1476), daerah cikal bakal kabupaten Cilacap terbagi atas wilayah-wilayah Kerajaan Majapahit, Adipati Pasir Luhur dan Kerajaan Pakuan Pajajaran yang wilayahnya membentang dari timur ke arah barat. Menurut Husein Djayadiningrat, Kerajaan Hindu Pakuan Pajajaran setelah diserang oleh kerjaan Islam banten dan Cirebon jatuh pada tahun 1579, sehingga bagian timur Kerajaan Pakuan Pajajaran diserahkan kepada Kerajaan Cirebon. Oleh karena itu seluruh wilayah cikal-bakal Kabupaten Cilacap di sebelah timur di bawah kekuasaan Kerajaan Islam Pajang dan sebelah barat diserahkan kepada Kerajaan Cirebon. Kerajaan Pajang diganti dengan Kerajaan Mataram Islam yang didirikan oleh Panembahan Senopati pada tahun 1587-1755, maka daerah cikal bakal Kabupaten Cilacap yang semula di bawah kekuasaan Kerajaan Islam Pajang diserahkan kepada Kerajaan Mataram. Pada tahun 1595 Kerajaan Mataram mengadakan ekspansi ke Kabupaten Galuh yang berada di wilayah Kerajaan Cirebon. Menurut catatan harian Kompeni Belanda di Benteng Batavia, diterima surat yang berisi terjemahan perjalanan darat dari Citarum, sebelah utara Karawang ke Bagelen. Nama-nama yang dilalui dalam daerah cikal-bakal Kabupaten Cilacap adalah Dayeuhluhur dan Limbangan.
Pada masa penjajahan Belanda, Cilacap merupakan bagian dari kabupaten banyumas di bawah kekuasaan bupati Banyumas. Akan tetapi, karena wilayahnya yang terlalu luas maka penjajah Belanda memutuskan agar wilayah cilacap dibuat afdeling tersendiri yaitu afdeling Cilacap dengan ibu kota Cilacap yang menjadi tempat keduduan kepala Bestuur Eropa Asisten Residen dan Kepala Bestuur Pribumi Rangga atau Onder Regent. Pada masa residen Banyumas ke-9, Van de Moore mengajukan usul Pemerintah Hindia Belanda yang disampaikan kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda bahwa usul pembentukan Kabupaten Cilacap menurut Menteri Kolonial bermakna dua yaitu permohonan persetujuan pembentukan Kabupaten Cilacap dan organisasi bestir pribumi yang keduanya memerlukan persetujuan Raja Belanda. Setelah menerima surat rahasia Menteri Kolonial Pemerintah Hindia Belanda dengan besluit Gubernur Jenderal antara lain menetapkan Onder Regentschap Cilacap ditingkatkan menjadi Regentschap (Kabupaten Cilacap).
Cilacap kini berkembang menjadi sentra-sentra industri yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, terdapat industri besar seperti kilang bahan bakar milik Pertamina UP IV (terbesar se-Asia Tenggara) serta pabrik semen Portland (Holcim). Wilayah Cilacap sepertinya kurang lengkap tanpa menyebut pulau Nusakambangan yang dikenal dengan pulau penjara. Daerah ini sejak zaman Belanda dipergunakan untuk mengasingkan narapidana dengan masa hukuman yang lama. Nusakambangan kini tidak lagi hanya dipergunakan untuk orang hukuman, di sini terdapat potensi wisata yang dapat dikembangkan. Di dinding pantai tenggara Nusakambangan masih dapat dijumpai bangunan tua yang berfungsi sebagai rambu laut dan dikenal sebagai Mercusuar Cimiring. Bagi wisatawan yang ingin menelusuri sejarah bisa menikmati keberadaan Benteng Pendem Cilacap, benteng yang dikenal sebagai Kusbatterij Op De Lantong Te Tjilatjap ini merupakan bekas markas pertahanan tentara Hindia Belanda.
Cilacap mungkin terlalu luas untuk dijabarkan semuanya. Secara umum, Cilacap terbagi menjadi budaya Jawa dan budaya Sunda. Budaya yang berbeda ini tentu menyebabkan pola masyarakat yang berbeda pula dan hal ini menimbulkan keunikan tersendiri yang selanjutnya terjadi pencampuran budaya dari kedua budaya tersebut. Dari segi perekonomian pun, secara umum terbagi menjadi dua yakni wilayah bagian selatan berkembang sektor perikanan laut dan bagian utara-barat berkembang sektor pertanian. Salah satu ciri khas dari masyarakat pesisir adalah tradisi budaya “sedekah laut” yang telah menjadi agenda besar tahunan kabupaten cilacap.
Sedekah laut yang diikuti oleh ribuan nelayan setempat dibiayai oleh APBD kabupaten Cilacap dan menjadi salah satu daya tarik wisata bagi para turis domestik maupun mancanegara. Sedekah laut diselenggarakan pada hari jumat kliwon atau selasa kliwon pada bulan Muharram atau Sura bergantung mana yang jatuh lebih dahulu pada bulan yang bersangkutan. Sebagai ritual budaya, sedekah laut kurang lebih bermakna ungkapan rasa syukur nelayan atas karunia Tuhan melalui kelimpahan pendapatan dan penghasilan selama setahun terakhir guna mendapatkan ikan di tengah laut untuk menghidupi keluarganya. Ungkapan rasa syukur bisa dilakukan melalui berbagai media, maka dalam konteks sedekah laut ini nelayan cilacap “melarung sesaji” membuang sesaji ke tengah laut dalam bentuk kepala kerbau dan uborampe lainnya yang diusung dengan sejumlah keranda. Acara dimulai dari upacara resmi di pendopo kabupaten, kemudian arakan menuju teluk penyu tempat di mana sesaji itu akan dinaikan ke dalam perahu dan dilarung di sekitar Karang Bandung sisi timur Pulau Nusakambangan.
Saya termasuk pada bagian wilayah Cilacap yang berbahasa Sunda tepatnya dari kecamatan Dayeuhluhur. Tradisi sunda bisa saya rasakan sendiri yang terasa begitu kental, bahkan banyak yang mengatakan sebaiknya wilayah ini masuk ke wilayah Jawa Barat. Hal itu dapat dilihat di mana mobilitas penduduknya sebagian besar adalah ke wilayah kota Banjar, Jawa Barat. Misalnya dalam sektor perdagangan, masyarakat melakukan transaksi barang dengan pasar di kota Banjar, bukannya dengan kecamatan lain yang berada dalam satu kabupaten cilacap. Tenaga kerja yang ada di wilayah ini cenderung mencari lapangan pekerjaan ke kota-kota di Jawa Barat seperti Ciamis, Tasikmalaya, Bandung, dsb.
Masyarakatnya masih sangat menjunjung budaya gotong royong. Terlihat dalam berbagai hal kegiatan, masyarakat melaksanakannya secara bersama-sama seperti kerja bakti membersihkan jalan, memperbaiki saluran irigasi, membangun rumah dsb. Gotong royong juga berlaku dalam hal mata pencaharian yang dalam hal ini sebagian besar profesi mereka sebagai petani. Ada istilah yang disebut “liuran”, sebuah sistem kerja di mana para pemilik sawah (petani) bekerja bersama-sama di salah satu pesawahan milik para petani itu kemudian berpindah ke pesawahan lain milik petani yang lainnya sehingga mereka tidak perlu mengeluarkan upah untuk pekerja karena telah diganti oleh tenaga yang mereka gunakan dengan saling membantu satu sama lain. Suasana kerukunan terasa begitu kuat dan hal ini yang merasa saya nyaman tinggal di sana, berbeda dengan kehidupan di kota. Banyak inspirasi yang saya dapatkan dari perilaku-perilaku masyarakat tersebut dan itu menjadi kajian tersendiri bagi saya untuk terus memahami semua budaya dan adat istiadat yang berlaku di sana.
Mitos-mitos banyak terdapat di wilayah tempat saya tinggal tersebut. Budaya sesaji yang umum dijumpai di daerah jawa juga dapat ditemui di sini dengan istilah lain “sasajen”. Sesaji umumnya dilakukan sesuai tujuan tertentu. Misalkan saat mau memanen padi dilakukan sesaji yang disebut “nyalin”, ada sesaji yang dilakukan ketika seseorang melaksanakan hajatan, dan ada juga sesaji yang dilakukan secara berkala pada bulan tertentu. Sesaji dapat bermakna ungkapan syukur atau permohonan keselamatan kepada Tuhan bergantung dari tujuannya tadi. Sebagai ungkapan syukur misalnya karena manusia dilahirkan ke dunia ini lewat perantara ibu-bapak dan seterusnya sehingga demi menghormati mereka yang sudah berada di alam berbeda dilakukan sesaji dengan harapan hakikatnya disampaikan kepada mereka dan barokahnya diperoleh bagi yang masih tinggal di dunia. Namun, saat ini sesaji dilakukan hanya oleh golongan tua saja dan mereka pun menyadari bahwa generasi muda saat ini tidak akan mungkin melakukannya seiring dengan arus modernisasi yang berkembang.
Budaya seni tak kalah menariknya di banding kesenian di daerah-daerah lain. Adapun kesenian di daerah ini merupakan kesenian sunda seperti wayang golek, tari ronggeng, calung sunda dll. Bahkan di kabupaten Cilacap sendiri, setiap kecamatan memiliki kesenian khas masing-masing seperti sedekah bumi (cilacap tengah), kuda kepang (kawunganten), reog (maos dan sampang), kotekan lesung (kesugihan), calung (binangun), calung sunda (dayeuhluhur), baritan (nusawungu), nyadran (adipala), buncis (kroya), ngelik (cipari), tayub jaipong (wanareja) dan lainnya.
Dari segi kuliner, terdapat beberapa makanan yang menjadi khas kabupaten cilacap. Hasil laut dibuat menjadi berbagai variasi makanan seperti ikan asin, jambal roti, abon tuna, sambal tuna dan jenis seafood lainnya. Sementara dari hasil pertaniannya terdapat beberapa kuliner seperti keripik sukun, keripik bayam, tempe dages, lontong opor, serabi cilacap dan sebagainya
Berdasarkan itu semua, saya bisa menarik kesimpulan bahwa suatu kebudayaan masyarakat dipengaruhi dan erat kaitannya dengan latar belakang sejarah, kondisi geografis dan perekonomian. Derasnya arus modernisasi mulai menggusur nilai-nilai budaya yang ada dan sebagai generasi penerus, sudah kewajiban kita untuk mempertahankan nilai-nilai budaya yang bersifat baik. . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar